
(SeaPRwire) – Kita sedang menjalani krisis kesehatan mental yang berkelanjutan. Kecemasan, depresi, dan kelelahan telah mencapai tingkat yang belum pernah terlihat dalam survei modern, dan dampaknya menyebar ke tempat kerja, ruang kelas, dan rumah. Bagi banyak orang, perjuangan ini bisa terasa sangat berat. Namun terkadang, momen kedamaian datang dengan cara yang tidak terduga. Setiap Hari Thanksgiving, ketika keluarga berkumpul untuk berbagi apa yang mereka syukuri, sesuatu yang kuat terjadi di otak. Tindakan sederhana bersyukur mengubah bagaimana kita merasa, bagaimana kita berpikir, dan bahkan bagaimana otak kita bekerja.
Di dunia digital saat ini, perbandingan dan gangguan adalah hal yang konstan. Media sosial membombardir pikiran kita dengan gambar-gambar yang memicu , menjaga sistem saraf kita dalam keadaan . Namun penawarnya tidak rumit. Bagaimana jika rasa syukur adalah kunci sederhana yang dapat membantu menenangkan kekacauan di dalam diri kita.
Ketika kita fokus pada apa yang benar dalam hidup kita alih-alih apa yang salah, kita menenangkan pusat emosi otak dan memperkuat area penilaian serta pengambilan keputusan. Dengan kata lain, rasa syukur membantu menyeimbangkan otak kita. Penelitian menemukan bahwa orang yang secara fisik lebih sehat, lebih optimis, dan lebih baik dalam mencapai tujuan mereka. Mereka tidur lebih nyenyak, mengalami lebih sedikit stres, dan menikmati hubungan yang lebih mendalam.
Itu bukan karena mereka lebih sering mengucapkan “terima kasih”, melainkan karena mereka hidup dengan pola pikir penghargaan. Rasa syukur bukan hanya sopan santun; itu adalah neurosains yang baik. Ini menggeser fokus kita dari apa yang hilang ke apa yang berarti. Ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam kesulitan, ada sesuatu untuk disyukuri.
Seperti semua kebiasaan baik, ini tidak terjadi dalam semalam. Rasa syukur adalah sesuatu yang kita kembangkan melalui satu praktik yang disengaja pada satu waktu. Itu mungkin berarti melepaskan diri (dari gawai) selama beberapa jam untuk beristirahat dan mengatur ulang, menulis jurnal tentang apa yang berjalan baik di hari Anda, atau meluangkan waktu sejenak untuk memberi tahu seseorang bahwa Anda menghargai mereka. Tindakan-tindakan kecil ini melatih kembali otak Anda menuju positivitas dan ketahanan.
Mudah untuk tidur kurang dari optimal, makan terburu-buru, menggulir layar saat pikiran kita lelah, dan menganggap itu hanya bagian dari hidup. Namun neuroimaging menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan itu menyalakan sirkuit kekhawatiran dan meredam . Saya telah melihat pemindaian di mana orang-orang terjebak pada pola “ancaman” alih-alih pola “bersyukur”. Untuk mengubah itu membutuhkan niat dan pengulangan. Setiap malam, ceritakan kembali hal-hal yang Anda syukuri. Seiring waktu, pengingat-pengingat malam itu menambatkan pola otak yang lebih sehat. Pola yang lebih tenang, lebih jernih, dan lebih selaras.
Orang-orang berusaha mengisi kekosongan mereka dengan “doom scrolling” atau menghabiskan uang mereka. Namun tidak ada satu pun dari itu yang memuaskan seperti halnya rasa syukur. Ketika kita meluangkan waktu untuk memperhatikan berkat dalam hidup kita, atau melayani orang lain yang kurang beruntung, perspektif kita bergeser. Pusat penghargaan otak menyala. Hormon stres kita menurun. Kita mulai merasa terhubung kembali.
Tentu saja, hari libur tidak mudah bagi semua orang. Bagi sebagian orang, musim ini membawa , kesepian, atau ekspektasi yang tidak terpenuhi. Mudah untuk membiarkan kepahitan atau kekecewaan . Tetapi otak mengikuti ke mana kita fokus. Jika kita berlama-lama pada apa yang salah, kita memperkuat jalur-jalur tersebut. Jika kita memilih rasa syukur, kita membentuk kembali pikiran kita untuk kedamaian dan harapan.
Namun, rasa syukur melampaui psikologi dan menyentuh sesuatu yang lebih dalam dalam semangat kita. Inilah mengapa semua agama besar menekankan pentingnya rasa syukur. Ini bukan tentang mengabaikan perjuangan, tetapi menanamkan pikiran kita pada sesuatu di luar keadaan kita.
Hidup dengan sikap bersyukur meningkatkan kualitas tidur, menstabilkan emosi, mempertajam memori, dan bahkan dapat menambah tahun dalam hidup Anda. Rasa syukur tidak hanya membuat Anda merasa lebih baik, tetapi juga membuat otak Anda bekerja lebih baik.
Thanksgiving ini, jadikan rasa syukur lebih dari sekadar perayaan musiman. Rasa syukur perlu menjadi ritual harian, yang mengubah tidak hanya suasana hati Anda, tetapi juga otak dan tubuh Anda.
Anda tidak memerlukan hari libur untuk bersyukur. Perhatikan matahari atau napas di paru-paru Anda. Jangan menunggu untuk mulai mempraktikkan gaya hidup bersyukur ini. Mulailah sekarang. Otak Anda dan kualitas hidup Anda bergantung padanya.
Artikel ini disediakan oleh penyedia konten pihak ketiga. SeaPRwire (https://www.seaprwire.com/) tidak memberikan jaminan atau pernyataan sehubungan dengan hal tersebut.
Sektor: Top Story, Daily News
SeaPRwire menyediakan distribusi siaran pers real-time untuk perusahaan dan lembaga, menjangkau lebih dari 6.500 toko media, 86.000 editor dan jurnalis, dan 3,5 juta desktop profesional di 90 negara. SeaPRwire mendukung distribusi siaran pers dalam bahasa Inggris, Korea, Jepang, Arab, Cina Sederhana, Cina Tradisional, Vietnam, Thailand, Indonesia, Melayu, Jerman, Rusia, Prancis, Spanyol, Portugis dan bahasa lainnya.